Kamis, 10 Januari 2008

The Golden Compass


The Story
Tersebutlah Lyra, seorang gadis pelajar yang tinggal di Oxford's Jordan College di dunia tersebut. Lyra diceritakan sebagai keponakan Lord Asriel, salah seorang bangsawan yang meneliti kebenaran tentang adanya Dust. Lyra merupakan gadis tomboy dan bandel, dia juga mempunya kawan-kawan anak Gyptians (kaum seperti gipsy dengan gaya kultur seperti orang Mesir kuno jaman Alibaba). Salah satunya adalah Roger. Lyra juga memiliki Daemon dengan bentuk yang masih belum pasti, masih dapat berubah-ubah. Bentuk Daemon yang tidak tetap ini merupakan hal yang wajar di dunia tersebut jika pemiliknya masih anak-anak.

Suatu hari Lyra mencuri dengar pertemuan pamannya dengan pihak Oxford dan Magisterium, yang merupakan nama pemerintah di dunia ini. Sang paman, Asriel, hendak menuju ke kutub utara yang diklaim sebagai tempat dimana Dust bisa terlihat dan mengalir ke tubuh manusia melalui Daemonnya. Dia mendengar kata "Dust", dan sempat menanyakan hal tersebut kepada sang paman, namun Asriel memintanya untuk tidak pernah membahas tentang hal itu lagi.
Ketika sang paman sudah pergi, datanglah Ms.Courtler di Oxford, dan wanita cantik penuh daya magis ini mengajak Lyra untuk mengikuti ekpedisi ke kutub utara. Lyra lalu meninggalkan Oxford, dengan bekal Althiometer yang diberikan oleh sang Master of Oxford untuk mengetahui kebenaran. Awalnya Lyra sangat menyukai wanita ini dan mengikuti perintahnya, namun ternyata Ms.Courtler mengincar Althiometer miliknya. Lyra bahkan menemukan bukti bahwa Ms.Courtler merupakan dalang dari sindikat Gobbler, penculik anak. Dengan bantuan kaum Gyptians, Lyra berhasil kabur dari kejaran komplotan ini.

Belakangan Lyra mengetahui bahwa Roger, sahabatnya, juga sudah diculik oleh para Gobbler. Dengan bantuan Althiometer, Lyra mengetahui bahwa komplotan ini bermarkas di kutub utara. Dalam perjalanan menyelamatkan Roger, Lyra juga mendapat bantuan dari Iorek, si beruang kutub, dan Lee Scorsby, pilot balon udara. Dia juga bertemu dengan Serafina Pekkala, ratu para penyihir. Dan dimulailah perjalanan panjang menuju markas Gobbler untuk membuat perhitungan dan balas dendam. Sejauh film ini berjalan, adegannya memang memikat mata dan memukau. Namun fase adegan demi adegan yang relatif cepat justru membuat penonton seperti tidak punya banyak waktu untuk bernapas. Jika kamu pergi 2 menit saja untuk ke toilet, bisa jadi kamu akan kembali ke tempat dudukmu dan bertanya, "Lho? Kok jadi gitu?" Memang adegannya keren, saya akui sekali. Sayangnya adegan keren ini tidak diimbangi dengan pengembangan yang mendalam, sehingga kurang meninggalkan kesan ketika saya harus berdiri dari kursi bioskop.
Meskipun demikian, saya cukup menyarankan untuk melihat film yang merupakan rangkuman dari novel aslinya ini sebagai salah satu hiburan alternatif di akhir tahun. Anak-anak juga saya yakin akan menyukai ceritanya, karena cenderung mudah dimengerti. Jika kamu mengharapkan plot dan pengembangan karakter yang berat, ini nasehat saya: jangan banyak berpikir, cukup nikmati film ini dengan sebungkus popcorn karamel dan segelas softdrink bersama orang-orang yang kamu sayangi di akhir pekan nanti.


Overview
Director
:
Chris Weitz
Writers (WGA)
:
Chris Weitz (screenplay)
Philip Pullman (novel)
Genre
:
Action / Adventure / Drama / Family / Fantasy / Thriller
Duration
:
114 min
Cast
Nicole Kidman
:
Marisa Coulter
Daniel Craig
:
Lord Asriel
Dakota Blue Richards
:
Lyra Belacqua
Ben Walker
:
Roger
Freddie Highmore
:
Pantalaimon (voice)
Ian McKellen
:
Iorek Byrnison (voice)
Eva Green
:
Serafina Pekkala
Jim Carter
:
John Faa
Tom Courtenay
:
Farder Coram
Ian McShane
:
Ragnar Sturlusson (voice)
Sam Elliott
:
Lee Scoresby
Christopher Lee
:
First High Councilor
Kristin Scott Thomas
:
Stelmaria (voice)
Edward de Souza
:
Second High Councilor
Kathy Bates
:
Hester (voice)


Rabu, 26 Desember 2007

The House, teror yang terjadi dalam sebuah investigasi


Mengambil inspirasi dari sebuah kejadian nyata untuk dituangkan kedalam skenario film sangatlah menarik, apalagi diambil dari peristiwa yang meninggalkan banyak kenangan oleh orang banyak. Salah satunya adalah The House, sebuah film horor asal Thailand. Film yang disutradarai oleh Monthon Arayangkoon (The Victim, Garuda) ini dibuat berdasarkan sebuah kasus pembunuhan nyata yang terjadi di Thailand.
The House bercerita mengenai seorang reporter muda bernama Chalinee, yang ingin mencari tahu kebenaran dari sebuah kasus pembunuhan misterius. Ketertarikan Chalinee terhadap kasus tersebut dikarenakan kasus pembunuhan terjadi 3 kali dalam kurun waktu yang cukup lama, kesemuanya terjadi dalam sebuah rumah yang sama, dan juga dengan model pembunuhan yang sama. Dengan insting jurnalisnya yang tinggi, akhirnya Chalinee memulai penyelidikannya dengan mencari berbagai informasi, dan pada akhirnya ia menemukan sebuah rumah dimana kejahatan itu dimulai.
Film The House coba menampilkan ketegangan dari awal cerita. Pengangkatan kisah nyata ditampilkan dengan baik dengan hadirnya keberingasan dan kekejaman seorang pembunuh yang profesinya adalah seorang dokter ketka ia memutilasi dan bahkan memakan setiap bagian tubuh korban, dan hal tersebut seraya membuat penonton mengerutkan dahi. Apalagi ditambah dengan dukungan setting ruangan (mirip sebuah kamar otopsi) yang begitu nyata. Kemudian ketegangan berlanjut ketika Chalinee mulai masuk ke rumah tempat kejadian perkara yang sudah ditutup dan penuh dengan kesan angker. Penampakan khas horor Thailand dengan menampilkan sosok wanita misterius yang timbul sekelebat membuka ritme baru di jantung penonton.
Permainan efek aliran darah juga membuat film ini mengandung unsur thriller yang kuat, sehingga memberikan warna baru bagi penonton Indonesia. Film ini juga menghadirkan kekuatan dalam kekuatan cerita yang pintar, namun tidak terlalu sulit untuk dicerna. Visualisasi yang ditampilkan dalam film ini tidak menampilkan sesuatu yang baru, gerak kamera dan pemilihan colour dalam gambar hanya ditampilkan dengan aman (Coba ditampilkan dengan serealistis mungkin).
Namun sangat disayangkan, naturalisasi yang coba ditampilkan dari awal film menjadi anti klimaks ketika kita menyaksikan ending dari film ini. Proses naturalisasi yang begitu baik dan begitu panjang, harus diakhiri dengan kenyataan sosok kekuatan gaib dari rumah tersebut dengan tidak nyata, namun dihadirkan dengan kekuatan grafis yang tidak total. Scoring dan ilustrasi musik yang dihadirkan di film ini juga kurang mendukung keseluruhan cerita. Akhirnya, saya pun harus keluar bioskop dengan perasaan yang tidak serasa habis menonton film horor Thailand yang mempunyai kelebihan dalam naturalisasinya.
Secara keseluruhan film ini masih mengikuti pattern dari horor Thailand, dan itu merupakan sebuah kehadiran yang berbeda jika ditampilkan di Indonesia. Film ini juga berhasil menghadirkan kedekatan cerita dengan penonton. Salah satunya dengan menghadirkan visualisasi dari handycam yang diambil Chalinee ketika melakukan investigasi. Selain itu, karakter muka yang dimiliki oleh Cutcha Rujinanon dalam memerankan Chalinee sangat pas, hingga memberikan nuansa asia yang kental dalam film ini, dan pada akhirnya dapat menghadirkan kedekatan dengan para penonton


Film ini uda mulai tayang tgl 19 december 2007

Kamis, 29 November 2007

Film_Horror




Tanggal 29 November ntar primiere Film Horror loh....


Ehmm kayaknya bakalan seru n lucu deh, soalnya g sempat baca sedikit ulasannya di Cinemags n jalan ceritanya juga gak kayak film horror Indo lainnya. Walaupun juga nyerempet# film scary movie versi Indonya. Otomatis Film ini berisi tentang mix nya film# horror Indo yang ada, dari Jelangkung, Kuntilanak, Pocong , Sundel Bolong, Suster Ngensot, n film# lain sejenis .


So, bagi yang tertarik silahkan datang aja ke Bioskop 21 di Ayani megamall coz' ni film uda nongol di teater 3. So, cepatan pegi mumpung lagi nomat loh.